Menu

Jumat, 03 Januari 2014

Cerpen Penantian Panjang

Aku terus saja memandangi kalender di kamarku, hari ini tepat tujuh tahun Mario meninggalkanku. Tapi entah kenapa selama tujuh tahun ini aku terus saja memikirkannya walupun dia tak pernah sama sekali menghubungiku bahkan aku pun tak tahu di mana alamtnya yang baru dan juga nomor yang bisa dihubungi. Setiap aku bertanya sama mama dia tak pernah menaggapi pertanyaanku. Aku rasa ia tahu dimana keberadaan Mario sekarang karna dia dan tante Sisil (mamanya Mario) sudah berteman sejak lama dan tak mungkin banget kalau tante Sisil tak memberitahu mama.

Pagi itu ketika aku hendak berangkat ke kampus tiba -tiba saat kami sedang sarapan mama menyuruhku untuk menjemput anak temannya di bandara. “Ma, aku kuliah sampai sore, mana mungkin aku bisa menjemput dia, lagian kenapa harus aku, kenapa tidak keluarganya saja, aku sibuk ma” Jawabku dengan perasaan kesal. “Dia anak teman mama dan sudah lama sekali dia tidak datang ke Jakarta dan dia tidak memiliki keluarga disini. Karena dia sedang ada penelitian di Rumah Sakit Cipto makanya itu mama menganjurkan untuk tinggal dengan kita. Lagi pula dia sepantaran denganmu. Kamu harus menjemputnya! Pesawatnya landing malam kok. Namanya Ragith” Ujar mama. Dan dengan terpaksa aku harus menjemput tamu mama tersebut.

Setelah pulang kuliah aku bergegas ke bandara. Dan setelah hampir dua jam aku menunggu akhirnya aku bertemu dengan anak teman mama. Wow dia sangat tampan dan sepertinya dia pinter. Tapi ternyata semua itu bertolak belakang dengan kepribadiannya. Dia anak yang sangat menjengkelkan. Belum apa – apa saja aku sudah dibuatnya menunggu.

Keesokan harinya mama malah menyuruhku untuk berangkat ke kampus di antar olehnya dan setelah itu aku harus menemaninya jalan-jalan. Selama kuliah rasanya kepalaku ingin pecah terus saja aku berfikir pasti hari ini akan sangat menjengkelkan sekali. Tetapi aku tak bisa untuk menolaknya. “Lama banget sih keluarnya, gue bosen nungguin lo disini” Ujar Ragith dengan nada kesal. Aku memang sengaja membuat dia menunggu lama karena dia telah membuang waktuku untuk menemaninya dan dia telah membuat aku tak nyaman dirumahku sendiri. Dia seenaknya saja menyuruhku ini itu dan masih banyak lagi hal yang buat aku kesal.

Berhari-hari aku menemani dia bolak balik Rumah Sakit Cipto bagai seorang supirnya karena ia tak ingin menyetir  dan dengan perasaan yang kesel gondok tapi aku harus menjalaninya jika tidak aku tidak akan diijinkan oleh mama untuk summer holiday dengan teman - temanku. Hingga suatu hari aku menemani dia di taman kota untuk bertemu dengan temannya. Saat matahari tenggelam dengan sendirinya Ragith membentangkan tangannya dan membiarkan matahari senja menyinari mukanya dan berkata “Saat sesuatu akan tenggelam dengan cepat cahaya akan bersinar”. Aku melihatnya dengan kaget dan terdiam. Itu adalah hal yang sering dilakukan oleh Mario saat kami berada di bukit dulu. Mengapa bisa sama persis dengan yang dilakukan oleh Ragith? tidak mungkin Ragith bisa tahu bahkan kata-katanya sama persis seperti itu. Aku terus bertanya-tanya karena Ragith mengingatkanku pada Mario yang sosoknya ingin sekali aku lupakan dari ingatanku.

Tetapi aku terus saja berfikir kenapa Ragith bisa seperti itu, semuanya persis tidak ada yang beda dengan Mario. Hanya Mario yang bisa berbuat seperti tadi karena dia pernah bilang kalau dia akan berbuat seperti itu jika aku sedang terlihat kesal. Dia akan terus menyinariku sampai kapan pun. Aku harus menyelidiki siapa Ragith sebenarnya dan darimana dia berasal. Dan aku ingat kalau aku tak pernah menanyakan soal Ragith kepada mama mungkin karena aku memang sudah sangat kesal dengan dia.

Aku langsung bergegas ke kamar mama dan ternyata mama belum tidur. Tanpa basa basi aku langsung bertanya kepada mama bahwa siapa sebenarnya Ragith itu? “Ragith itu anak tante Sisil sayang” Ujar mama. “Anak tante Sisil itu hanya satu yaitu Mario. Berarti Ragith itu Mario ya ma” ujarku. Iaa benar ternyata Ragith adalah Mario dan aku baru ingat kalau nama panjang Mario itu adalah Mario Ragitha Hendarsyah. Ternyata Mario menyembunyikan identitasnya kepadaku karena ia tak ingin tiba-tiba datang dan dia tau pasti itu akan membuat aku marah kepadanya. Tetapi dengan begitu dia telah membuatku sangat kesal. Aku juga tak tahu harus bagaimana? Aku bingung dengan perasaanku. Apa aku harus marah karena dia telah membohongiku dan membuatku menunggu hingga bertahun-tahun atau aku harus senang karena sekarang aku bisa bersama dengannya lagi? Semua itu terus saja menghantui pikiranku.

Keesokan harinya aku belum memberitahu dia kalau dia adalah Mario dan tetap saja ia bersikap sangat menjengkelkan. Tumben banget hari ini dia ingin menjemputku karena biasanya dia tak ingin menyetir, di mobil aku berkata “Aku tahu kamu adalah Mario, tapi mengapa kau membohongiku? Kenapa kamu gak bilang yang sejujurnya?”. “Maafin aku karena aku tak berkata jujur, maafin aku karena aku telah membuat kamu menunggu” Ujar Mario. Di mobil itu Mario menjelaskan semuanya mengapa ia tak pernah menghubungiku dan ternyata bukan aku saja yang tersiksa selama menunggu dia tetapi dia juga. Dia telah berjanji kepada mamaku bahwa dia tak akan menggangguku untuk belajar dan mamaku bilang kepadanya jika saatnya tiba kami akan bertemu. Itu yang membuat ia selama ini tak pernah menghubungiku sama sekali dan aku ingat pantas saja mama selalu menghela jika aku tanyakan soal tante Sisil kepadanya.

Kami berdua semakin hari semakin dekat dan juga mama tak pernah melarangku untuk jalan dengan Mario. Berbeda sekali saat dulu aku punya pacar mama selalu melarangnya, mungkin karena ini semua telah ia rencanakan. Aku dan Mario beberapa kali pergi ke bukit saat kami kecil dulu dan kami bernostalgia masa - masa indah kami dulu. “Aku akan membayar setiap penantianmu kepadaku dengan selalu bersamamu dan aku akan membayar setiap tetesan air mata yang kau keluarkan untukku dengan selalu membuatmu tersenyum. Karena tak ada hal yang selalu aku impikan saat aku bersama denganmu tanpa ada yang menghalangi kita lagi” tiba-tiba Mario berkata seperti itu dan itu membuat aku tersipu.

Setelah beberapa minggu Mario di Jakarta dan pada akhirnya ia harus kembali lagi ke Makasar. Itu membuat aku sangat takut, takut bila ia akan meninggalkanku seperti dulu lagi atau bahkan aku tak pernah bertemu dengannya lagi. “Tenang saja aku pergi tak akan lama dan aku tak akan meninggalkanmu lagi. Kita masih bisa berkomunikasi setiap saat. Setiap sebulan sekali aku akan menemuimu” Ujar Mario. Aku percaya dengan ucapannya dia dan akupun mengantarkan dia ke bandara.


Ternyata ia tak berbohong kepadaku. Hampir setiap saat dia menelponku atau bahkan kami skypean untuk menghilangkan rasa rindu kami. Dan benar setiap bulan dia selalu ke Jakarta untuk beberapa hari. Ia tak meninggalkanku lagi. Semua doa kami terkabul. Hingga saat ini kami masih menjalani hubungan walupun jarak jauh yang penting hati kami tetap dekat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar