Aku terus saja
memandangi kalender di kamarku, hari ini tepat tujuh tahun Mario
meninggalkanku. Tapi entah kenapa selama tujuh tahun ini aku terus saja
memikirkannya walupun dia tak pernah sama sekali menghubungiku bahkan aku pun
tak tahu di mana alamtnya yang baru dan juga nomor yang bisa dihubungi. Setiap
aku bertanya sama mama dia tak pernah menaggapi pertanyaanku. Aku rasa ia tahu
dimana keberadaan Mario sekarang karna dia dan tante Sisil (mamanya Mario)
sudah berteman sejak lama dan tak mungkin banget kalau tante Sisil tak
memberitahu mama.
Pagi itu ketika aku hendak
berangkat ke kampus tiba -tiba saat kami sedang sarapan mama menyuruhku untuk
menjemput anak temannya di bandara. “Ma, aku kuliah sampai sore, mana mungkin
aku bisa menjemput dia, lagian kenapa harus aku, kenapa tidak keluarganya saja,
aku sibuk ma” Jawabku dengan perasaan kesal. “Dia anak teman mama dan sudah
lama sekali dia tidak datang ke Jakarta dan dia tidak memiliki keluarga disini.
Karena dia sedang ada penelitian di Rumah Sakit Cipto makanya itu mama
menganjurkan untuk tinggal dengan kita. Lagi pula dia sepantaran denganmu. Kamu
harus menjemputnya! Pesawatnya landing malam kok. Namanya Ragith” Ujar mama.
Dan dengan terpaksa aku harus menjemput tamu mama tersebut.
Setelah pulang kuliah
aku bergegas ke bandara. Dan setelah hampir dua jam aku menunggu akhirnya aku
bertemu dengan anak teman mama. Wow dia sangat tampan dan sepertinya dia
pinter. Tapi ternyata semua itu bertolak belakang dengan kepribadiannya. Dia
anak yang sangat menjengkelkan. Belum apa – apa saja aku sudah dibuatnya
menunggu.
Keesokan harinya mama
malah menyuruhku untuk berangkat ke kampus di antar olehnya dan setelah itu aku
harus menemaninya jalan-jalan. Selama kuliah rasanya kepalaku ingin pecah terus
saja aku berfikir pasti hari ini akan sangat menjengkelkan sekali. Tetapi aku
tak bisa untuk menolaknya. “Lama banget sih keluarnya, gue bosen nungguin lo
disini” Ujar Ragith dengan nada kesal. Aku memang sengaja membuat dia menunggu
lama karena dia telah membuang waktuku untuk menemaninya dan dia telah membuat
aku tak nyaman dirumahku sendiri. Dia seenaknya saja menyuruhku ini itu dan
masih banyak lagi hal yang buat aku kesal.
Berhari-hari aku
menemani dia bolak balik Rumah Sakit Cipto bagai seorang supirnya karena ia tak
ingin menyetir dan dengan perasaan yang
kesel gondok tapi aku harus menjalaninya jika tidak aku tidak akan diijinkan
oleh mama untuk summer holiday dengan teman - temanku. Hingga suatu hari aku
menemani dia di taman kota untuk bertemu dengan temannya. Saat matahari
tenggelam dengan sendirinya Ragith membentangkan tangannya dan membiarkan
matahari senja menyinari mukanya dan berkata “Saat sesuatu akan tenggelam
dengan cepat cahaya akan bersinar”. Aku melihatnya dengan kaget dan terdiam.
Itu adalah hal yang sering dilakukan oleh Mario saat kami berada di bukit dulu.
Mengapa bisa sama persis dengan yang dilakukan oleh Ragith? tidak mungkin Ragith
bisa tahu bahkan kata-katanya sama persis seperti itu. Aku terus bertanya-tanya
karena Ragith mengingatkanku pada Mario yang sosoknya ingin sekali aku lupakan
dari ingatanku.
Tetapi aku terus saja
berfikir kenapa Ragith bisa seperti itu, semuanya persis tidak ada yang beda
dengan Mario. Hanya Mario yang bisa berbuat seperti tadi karena dia pernah
bilang kalau dia akan berbuat seperti itu jika aku sedang terlihat kesal. Dia
akan terus menyinariku sampai kapan pun. Aku harus menyelidiki siapa Ragith
sebenarnya dan darimana dia berasal. Dan aku ingat kalau aku tak pernah
menanyakan soal Ragith kepada mama mungkin karena aku memang sudah sangat kesal
dengan dia.
Aku langsung bergegas ke
kamar mama dan ternyata mama belum tidur. Tanpa basa basi aku langsung bertanya
kepada mama bahwa siapa sebenarnya Ragith itu? “Ragith itu anak tante Sisil
sayang” Ujar mama. “Anak tante Sisil itu hanya satu yaitu Mario. Berarti Ragith
itu Mario ya ma” ujarku. Iaa benar ternyata Ragith adalah Mario dan aku baru
ingat kalau nama panjang Mario itu adalah Mario Ragitha Hendarsyah. Ternyata
Mario menyembunyikan identitasnya kepadaku karena ia tak ingin tiba-tiba datang
dan dia tau pasti itu akan membuat aku marah kepadanya. Tetapi dengan begitu
dia telah membuatku sangat kesal. Aku juga tak tahu harus bagaimana? Aku
bingung dengan perasaanku. Apa aku harus marah karena dia telah membohongiku
dan membuatku menunggu hingga bertahun-tahun atau aku harus senang karena
sekarang aku bisa bersama dengannya lagi? Semua itu terus saja menghantui pikiranku.
Keesokan harinya aku
belum memberitahu dia kalau dia adalah Mario dan tetap saja ia bersikap sangat
menjengkelkan. Tumben banget hari ini dia ingin menjemputku karena biasanya dia
tak ingin menyetir, di mobil aku berkata “Aku tahu kamu adalah Mario, tapi
mengapa kau membohongiku? Kenapa kamu gak bilang yang sejujurnya?”. “Maafin aku
karena aku tak berkata jujur, maafin aku karena aku telah membuat kamu
menunggu” Ujar Mario. Di mobil itu Mario menjelaskan semuanya mengapa ia tak
pernah menghubungiku dan ternyata bukan aku saja yang tersiksa selama menunggu
dia tetapi dia juga. Dia telah berjanji kepada mamaku bahwa dia tak akan
menggangguku untuk belajar dan mamaku bilang kepadanya jika saatnya tiba kami
akan bertemu. Itu yang membuat ia selama ini tak pernah menghubungiku sama
sekali dan aku ingat pantas saja mama selalu menghela jika aku tanyakan soal
tante Sisil kepadanya.
Kami berdua semakin hari
semakin dekat dan juga mama tak pernah melarangku untuk jalan dengan Mario.
Berbeda sekali saat dulu aku punya pacar mama selalu melarangnya, mungkin
karena ini semua telah ia rencanakan. Aku dan Mario beberapa kali pergi ke
bukit saat kami kecil dulu dan kami bernostalgia masa - masa indah kami dulu. “Aku
akan membayar setiap penantianmu kepadaku dengan selalu bersamamu dan aku akan
membayar setiap tetesan air mata yang kau keluarkan untukku dengan selalu
membuatmu tersenyum. Karena tak ada hal yang selalu aku impikan saat aku
bersama denganmu tanpa ada yang menghalangi kita lagi” tiba-tiba Mario berkata
seperti itu dan itu membuat aku tersipu.
Setelah beberapa minggu
Mario di Jakarta dan pada akhirnya ia harus kembali lagi ke Makasar. Itu
membuat aku sangat takut, takut bila ia akan meninggalkanku seperti dulu lagi
atau bahkan aku tak pernah bertemu dengannya lagi. “Tenang saja aku pergi tak
akan lama dan aku tak akan meninggalkanmu lagi. Kita masih bisa berkomunikasi
setiap saat. Setiap sebulan sekali aku akan menemuimu” Ujar Mario. Aku percaya
dengan ucapannya dia dan akupun mengantarkan dia ke bandara.
Ternyata ia tak
berbohong kepadaku. Hampir setiap saat dia menelponku atau bahkan kami skypean untuk
menghilangkan rasa rindu kami. Dan benar setiap bulan dia selalu ke Jakarta
untuk beberapa hari. Ia tak meninggalkanku lagi. Semua doa kami terkabul.
Hingga saat ini kami masih menjalani hubungan walupun jarak jauh yang penting
hati kami tetap dekat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar